Monday, November 24

QOU VADIS IAIN ANTASARI

Aku tak mungkin mendirikan monumen
Pada hari jadimu
Biarlah tulisan ini menjadi hadiah terbesar
Dalam sejarahmu

Hari ini, 20 November, usia IAIN Antasari tepat 44 tahun. Di usia yang tidak tergolong muda lagi, 44 Tahun, IAIN Antasari kini menghadapi tantangan yang sangat berat. Tuntutan masyarakat terhadap pendidikan Islam telah mengalami perubahan sama sekali berbeda dengan di masa-masa lalu. Corak pragmatisme sangat kental dalam pemilihan tempat menuntut ilmu. Pertanyaan yang selalu dipikirkan masyarakat adalah setelah lulus bekerja apa? Di mana akan bekerja? Seberapa banyak lowongan kerja lulusannya? Itu berbeda dengan masyarakat tak berselang lama. Mereka sudah merasa bangga dengan anak-anaknya yang menjadi khatib atau memimpin tahlil. Tak mengherankan, bidang ilmu yang tidak punya afiliasi jelas dengan bidang keahlian tertentu (baca: lapangan kerja di birokrasi) akan kehilangan peminatnya. Fakultas Ushuluddin dan Dakwah misalnya, kehilangan pasar kerja yang menyerap mereka setelah Departemen Penerangan gulung tikar dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional mati suri. Padahal dua instansi itulah yang membuat dua fakultas itu bisa berbangga diri.
Demand masyarakat yang demikian, mau tidak mau, mengharuskan IAIN Antasari melihat ke cakrawala yang lebih luas. Gerakan IAIN Antasari with wider mandate merupakan langkah strategis yang sangat tepat. Jika selama ini identik dengan fakultas agama Islam (Dakwah, Ushuluddin, Tarbiyah, dan Syariah), pengembangan telah diarahkan ke pembukaan jurusan, bahkan fakultas umum. Satu hal yang menjadikannya perbeda dengan fakultas umum di perguruan tinggi umum adalah struktur kurikulum dilandasi nilai-nilai universal Islam. Jika ingin menggunakan bahasa filsafat, dasar epistemelogi ilmu tersebut bercorak nilai-nilai Islam dan dikaitkan dengan ajaran universal Islam. Membangun epistemologi ilmu seperti itu bukan perkara yang gampang sehingga tak terlalu keliru jika struktur kurikulum jurusan ilmu umum memuat mata kuliah ilmu agama Islam dengan ragamnya.
Pembukaan jurusan Teknik Informatika yang diawali tahun akademik 2008 adalah lompatan besar sepanjang sejarah IAIN Antasari. Terlepas dari pro kontra, menurut saya, adalah simbol keberaniaan IAIN Antasari mendobrak status qou perspektif masyarakat tentang ilmu agama. Selama ini, yang namanya ilmu agama adalah terkait Alquran, Hadist, Fikih, Tasawuf, Tauhid dan ilmu-ilmu lain yang “berbahasa Arab”. Sementara persoalan matematika, fisika, teknik, dan ilmu umum lain bukanlah Islam bahkan lebih pendapat lebih ekstrem mengatakan ilmu itu tidak perlu dituntut. Sebegitu sempitkah ajaran Islam tentang ilmu pengetahuan? Masyarakat sering lupa bahwa setiap detik mereka menggunakan hasil olah ilmu-ilmu yang selama ini di anggap tidak “Islam”. Mobil, sepeda motor, listrik, handphone, dan perangkat lain merupakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan umum.
Di sinilah paradoks terlihat. Ulama yang begitu “melecehkan” ilmu umum, tetapi pada saat yang sama dia menggunakan mikrofon dan listrik yang notabene produk ilmu yang dilecehkan. Titik persoalan keilmuan dalam Islam tidak lain adalah aksiologi ilmu itu sendiri. Bagaimana ilmu digunakan merupakan pertanyaan menilai “Islam” atau tidaknya ilmu. Ilmu adalah netral tidak “Islam” tidak “kafir”. Ilmu tafsir yang digunakan untuk mendukung “syahwat” politik bukan lagi ilmu Islami pada saat itu tetapi sebaliknya biologi yang digunakan untuk menyelamatkan masyarakat adalah ilmu yang pantas disebut “ilmu Islam”.
Hal lain yang menjadi persoalan penting adalah positioning IAIN Antasari. IAIN Antasari harus memiliki institution branding atau core study yang menjadi penciriannya. Mustahil sebuah lembaga pendidikan bisa menguasai semua lini. Dengan positioning lembaga pendidikan akan dikenal luas oleh masyarakat. Positioning dimaknai sebagai strategi untuk mengarahkan para publik. Positioning adalah upaya membangun kesan di benak konsumen bahwa institusi kita, dalam hal ini IAIN Antasari, layak dipercaya dan kompeten. Sebelum kebakaran perpustakaan IAIN Antasari (awal tahun 2000-an), branding IAIN Antasari adalah pusat kajian tasawuf Kalimantan karena koleksi kitab tasawuf klasik yang terlengkap di Kalimantan, bahkan mungkin nasional. Ada empat alternatif positioning yang ditawarkan dalam tulisan ini
Pertama, penguasaan salah satu bahasa asing (Arab dan Inggris) bisa dijadikan positioning pilihan. Fasilitas wisma studi yang bisa menampung hampir seribu mahasiswa, termasuk Rusunawa yang dalam proses pembangunan, merupakan poin penting positioning ini. Segala proses pengajaran dan praktik bahasa dapat dimulai dalam wisma studi. Penguasaan bahasa Inggris misalnya, mahasiswa IAIN Antasari patut diacungi jempol. Dua tahun berturut-turut mahasiswa institusi pendidikan Islam terbesar di Kalimantan ini berhasil lolos seleksi shortcourse di Amerika Serikat bersaing bahkan “mengungguli” universitas lain di Kalimantan Selatan. Positioning ini ditandai dengan meng”asingkan” segala hal di IAIN Antasari. Brosur, spanduk, label-label kantor menggunakan bahasa asing (Arab atau Inggris).
Kedua, keterampilan. Program Kios Bakat dan Minat Mahasiswa: kitab kuning, menulis artikel, dan kaligrafi, yang telah berjalan dapat dijadikan sebagai positioning IAIN Antasari. Branding lulusan IAIN Antasari di masyarakat adalah salah satu keterampilan tersebut. Apabila orang melihat lulusan IAIN Antasari yang terbayang dalam pikiran mereka adalah “pasti sarjana ini hebat menulis”.
Ketiga, tasawuf. Positioning pada bidang, mungkin, tidak pragmatis dan tidak semenarik publik yang cenderung lebih berorientasi dunia kerja. Pengembangan kajian keilmuan dan praktis tasawuf lebih produktif berada sebuah lembaga saja atau sebagai perhatian utama riset ilmiah.
Keempat, ilmu yang Islami. Positioning ini menurut saya yang paling bernilai dengan kemampuan bahasa asing sebagai “keterampilan ikutan”. Gerakan pembukaan jurusan umum adalah langkah pertama menuju branding ini. Jurusan baru yang bisa dikembangkan setelah teknik informatika adalah teknik pertambangan. Pertambangan yang berbasis fikih dan teologi lingkungan bisa menjadi branding yang sangat menarik bagi masyarakat di Kalimantan. Berkaca pada pembukaan jurusan Teknik Informatika, pembukaan jurusan ini bukan sebuah khayalan.
Apapun positioning yang dipilih harus didukung oleh pengiklanan. Beberapa hal yang bisa dilakukan dan mendukung citra IAIN Antasari adalah pemasangan petunjuk (marka) di jalan raya bahwa “100 M IAIN ANTASARI” atau “SLOWN DOWN IAIN ANTASARI” dengan berkoordinasi dengan pihak berwenang. semacam marka jalan. Selain itu, pemasangan baliho didepan kampus menjadi poin penting pula dalam pencitraan IAIN Antasari.
Perubahan-perubahan yang agak radikal tersebut tentu saja akan memunculkan resistensi dalam institusi. Itu adalah sesuatu yang wajar terjadi disetiap organisasi. Namun, yang semestinya lebih dipahami lagi, perubahan dalam sebuah institusi merupakan syarat kemampuan institusi bertahan dari deraan zaman yang juga berubah.
Selamat Ultah my beloved
Selengkapnya...

1 Comments:

At December 15, 2008 at 9:40 PM , Anonymous Anonymous said...

Dirgahayu IAIN Antasari!

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home