Monday, July 16

BUAT PA HERMANI

BRIEF ENCOUNTER WITH HERMANI ABDURAHMAN
(Catatan Menjelang Suksesi Bank BPD Kalsel)

Brief incounter (pertemuan singkat) adalah judul sebuah film yang menceritakan tentang pertemuan seorang perwira Amerika dengan seorang gadis Inggris di London saat Perang Dunia ke-2. Mereka bertemu, menjalin cinta, merajut asmara dan akhir berujung duka, sang perwira gugur di medan laga. Suksesi jajaran Bank BPD Kalsel (selanjutnya disebut BPD) yang sekarang sedang bergulir mengingatkan saya kepada brief encounter dengan bapak Hermani Abdurahman, Direktur Utama Bank BPD Kalsel. Meskipun tidak saling mengenal, setiap saya bertemu dengan Pak Hermani beliau selalu menyapa dan tersenyum. Tidak keliru bila senyum lalu dipakai sebagai tolok ukur tingkat kemanusiaan atau keberadaban seseorang. Seorang yang banyak tersenyum, secara umum, adalah orang yang memiliki tingkat kemanusiaan tinggi. Sebaliknya, manusia susah senyum dapat dibilang bernilai kemanusiaan rendah. Kita bisa saja berusaha untuk dapat sebanyak mungkin tersenyum. Apa pun keadaan yang kita hadapi. Para pekerja hotel dan restoran terlatih tersenyum walaupun kantung lagi bolong. Bahkan, saat anaknya sakit di rumah. Pak Hermani, niscaya, bukan lah model pekerja restoran atau hotel yang dilatih untuk tersenyum sehingga perlu tersenyum untuk saya. Jika saya adalah nasabah kakap bank BPD Kalsel wajar beliau menebar keramahan tapi saya bukan apa-apa. Nasabah pun tidak. Saya yakin, beliau tersenyum karena adanya stimulan untuk bisa tersenyum tulus. Senyum begitulah yang menenteramkan hati. Senyum begini yang stimulannya harus terus kita cari.Sayangnya, Pak Hermani tidak termasuk dalam tujuh orang calon Direktur Utama Bank BPD Kalsel yang akan mengikuti fit and proper test Bank Indonesia. Padahal keuntungan yang telah diraup BPD pada masa kepemimpinan beliau berlipat-lipat jika dibandingkan dengan jangka waktu yang sama sebelum beliau.Mungkin beliau akan berpindah ke lembaga perbankan lain yang lebih menghormati prestasinya. Akan tetapi, yang pasti Pak Hermani tidak mungkin lagi di jajaran pimpinan Bank BPD Kalsel. Jika itu terjadi tentu merupakan hal sangat disayangkan. Saya kuatir suksesi BPD telah dimuati unsur kepentingan politik menyongsong Pilkada 2010. Terlalu jauh memang tetapi melihat gelagat, potensi besar dan jaringan BPD Kalsel, hal itu bukan merupakan hal yang mustahil. Pak Hermani diharuskan ikut fit profer test ,barangkali, karena dinilai tidak kooperatif dengan kepentingan politik pagustian yang tengah siap-siap menyongsong Pilkada. Maka dicarilah Direktur yang sanggup mendukung kepentingan politis tertentu. Wallahu’alam. Satu pilihan setelah lengser dari Bank BPD Kalsel adalah terjun ke dunia politik Pilihan itu memang mirip dengan dunia perbankan. Medan politik selalu berfondasikan pada kalkulasi kekuatan siapa bakal menang atau siapa yang paling menguntungkan bagi diri sendiri maupun kawan-kawan. Bukan medan politik semacam itu yang harus diikuti oleh Pak Hermani, model yang cocok adalah politik tinggi. Medan politik tinggi selalu berpijak pada gagasan bagaimana semestinya bangsa ini melangkah, serta pada kapasitas untuk terus memperkuat gagasan tersebut sehingga siapa pun yang berkuasa akan terpaksa mengikutinya. Pak Hermani, tampaknya, punya kapasitas itu. Pak Hermani punya perspektif politik yang jelas untuk Kalimantan Selatan. Satu dua kali beliau pernah menjelaskan kesejahteraan rakyat Kalsel dengan konsep tripartite, pemerintah, perbankan dan pengusaha. Semua itu adalah modal terjun ke politik tinggi. Masalahnya tinggal soal kendaraan, yang hanya merupakan soal kecil. Di banua ini masih cukup banyak para begawan, para arif, yang akan terus bersuara bening. Sayang suara mereka selalu terkubur oleh riuh rendah politik praktis. Ada Kamrani Buseri, Guru Besar Pendidikan Islam, yang tak pernah sudi terjerumus permainan politik yang penuh aroma uang. Ada lagi Gusti Rusdi Effendi pengusaha media yang dermawan dan disegani, A. Gazali mantan pejabat yang peduli pendidikan, ada Prof. H. M. Asywadie Syukur, ada Rasmadi, Baderani, Syamsiar Seman, dan tokoh lain yang tidak lagi terkendala oleh kepentingan pendek. Mereka lebih tulus buat memikirkan banua. Pak Hermani cukup duduk bersama mereka, membuat forum untuk secara bersama mengeluarkan pemikiran substantif tentang kemajuan banua secara berkala. Untuk melangkah ke sana, forum itu memang perlu mengambil jarak dari partai karena kebanyakan partai lebih hebat dari bankir manapun soal hitung menghitung, uang dan untung rugi.Akan tetapi, dalam forum itu, jabatan dan uang bukan masalah yang perlu dipersoalkan karena sudah banyak yang memikirkannya. Justru masyarakat dan banualah yang harus dipikirkan karena tak banyak lagi yang memikirnya.
Selengkapnya...

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home