INILAH HASILNYA

Kisah ini barangkali merupakan representasi hasil pendidikan di negara ini. Beberapa kali kesempatan saya hang out dengan kawan-kawan fellow Amerika Serikat yang mengajar di Indonesia. Hang out dengan tiga atau empat orang bule ternyata seperti duduk di bara api. Pasalnya, hampir 60 % kata-kata yang mereka ucapkan tidak dapat dipahami, hanya topik obrolan saja yang saya pahami. Saya hanya bisa memberi komentar, satu dua kalimat tentang fashion, gosip artis hollywood, atau sekedar joke mereka. Mereka tampak berusaha keras agar saya mengerti tentang joke mereka. Apabila saya berkomentar, mereka berusaha untuk mengerti bahasa Inggris versi saya. Itupun dengan pronounciation yang belepotan ala Hulu Sungai. Padahal, seperti sebuah iklan di baliho, Bahasa Inggris, Matematika = Sukses.

Kenyataan itu merupakan cerminan bagaimana pendidikan yang saya terima di masa lalu. Hampir semua orang yang berasal dari desa mendapat hasil pendidikan yang “seadanya”. Belajar bahasa Inggris dari SMP sampai SMApun, mungkin, belum memahami tentang bentuk-bentuk tenses, membedakan kata benda dengan kata kerja, dan to be. Saya ingat pasti, ketika duduk di kelas 1 Madrasah Aliyah, saya masih tidak mengerti bagaimana menggunakan “am”,” are”, dan “is”. Beberapa orang yang sedikit punya uang, mungkin, bisa mengikuti kursus dan tahu sedikit tentang bahasa Inggris. Siswa-siswa harus membagi waktu antara sekolah dan bekerja di sawah. Siswa-siswa yang pergi ke sekolah harus menempuh puluhan kilometer dengan sepeda tuanya atau siswa yang tidak punya uang jajan. Model-model siswa seperti itu bukan dongeng. Mereka banyak di sekitar kita. Siswa-siswa itu mungkin smart melebihi anak-anak kaya yang sekolah di sekolah mahal. Akan tetapi, uang dan sosial capital tak berpihak kepada mereka.

Selengkapnya...