Thursday, October 8

JINGAH


Pernahkah mendengar nama pohon “Jingah”? Pohon itu sangat ditakuti., terutama oleh anak-anak, karena dia bisa membuat “kajijingahan”. Orang yang “kajijingahan” ditandai muka yang merah-merah dan bengkak. Biasanya itu terjadi setelah mereka bermain di sekitar pohon Jingah. Bila sudah “kajijingahan”, pengobatannya sangat mudah. Secarik kain kuning dililitkan di pohon Jingah penyebab kajijingahan tersebut. Biasanya, anak-anak pun di larang bermain di sekitar pohon itu. Celakanya, Jingah banyak tumbuh dipinggiran sungai yang merupakan tempat favorit anak-anak bermain. Meskipun, pohon itu berbahaya, sangat jarang orang berani menebang pohon itu.

Sekarang semua berubah. Desakan kebutuhan akan bahan baku untuk kayu bangunan pohon-pohon yang dulu dianggap angker dibabat habis. Pohon Lowa, Kapuk, Sangkuang, dan Jingah menjadi langka. Para pengusaha “kecil” tidak mempedulikan keangkeran pohon-pohon itu. Pohon apapun, asal lurus dan bisa dibentuk untuk papan, atau balok ditebang. Soal makhluk penunggu pohon, bukan persoalan. Makhluk penunggu pohon besar tidak kuasa lagi mengganggu mereka yang mengusik rumah mereka.
Penebangan pohon-pohon yang tumbuh di sekitar pemukiman penduduk itu, saya sebut hutan kampung, secara hukum sepertinya tidak melanggar. Jika dibandingkan dengan penegakan hukum terhadap para pembabat hutan, upaya mengurangi penebangan pohon di sekitar pemukiman bisa dikatakan tidak ada. Gerobak-gerobak pengangkut kayu yang ditarik sepeda motor dengan bebas melintas di jalan raya. Meskipun, kualitas papan/balok dari pohon Jingah, Lowa, Durian, Kapuk, Tarap, Sangkuang,bahkan Pohon Karet dan Rambutanpun digunakan, tidak bagus, para pengusaha kayu kampung itu tetap bernafsu membeli. Kualitas nomor sekian, yang terpenting, pohon rata dan ukurannya bisa dibuat papan atau balok terkecil.
Harus diakui, penebangan tersebut tidak berdampak begitu besar bagi lingkungan, karena pohon itu tidak tumbuh di hutan. Sehingga habisnya pohon Jingah, Sangkuang, dan pohon lain, tidak akan mengakibatkan banjir atau erosi, seperti habisnya pembalakan hutan. Oleh karena itulah, pemerintah sulit mencari alasan melarang penebangan tersebut, apalagi pohon-pohon itu tumbuh di tanah milik masyarakat.
Hal lain yang menyebabkan ketiadaan argumen adalah pohon-pohon itu kebanyakan tidak bermanfaat secara nyata. Lowa misalnya, tidak jelas manfaatnya bagi pemiliknya, selain buahnya untuk makanan Pelanduk. Demikian juga pohon Sangkuang. Buahnya yang lebih kecil dari Lengkeng dan berasa asam, tidak bisa dimakan. Memang dulu, saya dan anak-anak lain, suka memakan itu, tetapi hanya sebatas dikulum. Apabila ditelan, bijinya yang tidak bisa dicerna, bisa menyebabkan susah buang air besar. Kalaupun pohon-pohon besar itu tidak ditebang sampai detik ini, bisa diduga penyebabnya, pertama, penebang tidak berani karena “makhluk penunggu” sangat pemarah. Dan, kedua, pohonnya tidak rata.
Jika tidak berdampak yang signifikan bagi lingkungan, lantas apa dampak negatifnya bagi masyarakat. Paling tidak penebangan terhadap pohon kampung tersebut akan memiskinkan keanekaragaman hayati di lingkungan kita. Beberapa tahun kedepan, akan terjadi kemusnahan jenis-jenis tumbuhan tertentu karena penebangan. Sementara, perkembangan pohon-pohon tersebut sangat lambat, mencapai puluhan tahun. Sangkuang misalnya, untuk mencapai pohon berdiameter satu meter, lebih dari sepuluh tahun. Apalagi, pohon-pohon itu sama sekali tidak memiliki nilai ekonomis.
Oleh karena itulah, disini sangat diperlukan peran pemerintah dalam melestarikan beragam jenis tumbuhan yang semakin langka tersebut. Masyarakat tidak akan menanam pohon-pohon yang mereka sendiri tidak merasakan dampak ekonomis kepada mereka. Masyarakat akan lebih memilih menanam pohon karet daripada memilih pohon Sangkuang, atau pohon Lowa.
Di masa mendatang, daerah yang kaya beragam jenis tumbuhan akan menerima dampak positif. Pernahkah, dulu orang membayangkan Kebun Raya Bogor akan dikunjungi peneliti dan wistawan dari penjuru dunia hanya untuk melihat pohon-pohon yang tak jelas manfaatnya. Tentu saja, itu akan menjadi penanda kota yang akan mendatangkan keuntungan ekonomis yang sangat besar bagi masyarakat.
Di samping itu, perkembangan ilmu pengetahuan akan turut mendorong pengembangan medis yang bersumber dari tumbuhan. Dunia ilmu pengetahuan akan terus menggali dari sumber-sumber baru. Bukan suatu yang tidak mungkin, Lowa, Jingah dan pohon-pohon lain akan menjadi sumber dari sebuah senyawa baru untuk kepentingan medis atau lainnya yang bermanfaat. Jika Tokek bisa diteliti untuk pengembangan pengobatan dan berharga jutaan rupiah, tumbuhan tak mustahil juga akan dikejar para peneliti.
Selengkapnya...

6 Comments:

At November 8, 2009 at 6:46 PM , Blogger Simpang Mahar said...

Turut berduka cita atas hilangnya pohon-pohon di banua ... sungguh sulit untuk menyampaikan bahwa aktivitas tersebut dapata Mengganggu Keseimbangan Ekosistem

 
At October 10, 2011 at 1:19 PM , Anonymous ER said...

Nostalgia biru pohon Jingah, jadi kangen neh bro.. :D

http://intracomsolutions.com/blog/

 
At January 18, 2012 at 1:29 AM , Blogger Abdan Matin Ahmad said...

hehe....kda tapikir nah mnulis ke ini..pdhal ptut jua diulah kisah..hehe

 
At October 18, 2014 at 12:04 PM , Blogger BENUAPKR said...

YUK JOIN SITUS POKER ONLINE AMAN DAN TERPERCAYA WWW.ROYALFLUSH99.COM

 
At November 7, 2014 at 11:31 PM , Blogger BENUAPKR said...

mari gabung main dengan uang asli di www.royalflush99.com
dijamin asik banget main poker uang asli layaknya bermain di casino.
di suport bank ternama seperti bca,bni dan mandiri
situs poker uang asli aman dan terpercaya ya hanya di www.royalflush99.com
buruan gabung gan sekalian..dan jgn lupa ajak teman2 gan main
komisi referal jika kita mengajak orang dapat 20% lo gan komisi referal nya
jd asik kan gan situs poker uang asli www.royalflush99.com

 
At March 31, 2016 at 7:39 PM , Blogger Unknown said...

Ditanahku jg ada beberapa pohon jingah,, saya memelihara dan tidak menebangnya.. tapi malah tetangga yg menebangnya...saya sangat kecewa..

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home