Tuesday, November 10

LIHAN=SKEMA PONZI DI TANAH BANJAR?

Masih ingatkah tentang penipuan voucher pulsa sebuah provider telpon seluler beberapa tahun yang lalu? Atau kasus penipuan investasi yang melibatkan oknom staf sebuah bank di kota ini? Atau gonjang ganjing investasi pada bisnis yang dikelola Lihan? Terulangnya kasus investasi tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya masyarakat punya semangat berusaha yang sangat besar. Semangat untuk mendapatkan keuntungan besar tanpa bekerja, hanya menyerahkan uang, kemudian mendapat bagi hasil yang besar itulah justru menjadi kelemahan. Begitu banyak urang Banjar menjadi korban penipuan berkedok investasi dan berulang-ulang. Mungkin itulah yang disebut Mochtar Lubis, mental menerabas, ingin cepat kaya tapi tidak mau bekerja keras, ingin punya jabatan tapi tidak menunjukkan prestasi.

Penipuan berkedok investasi dikenal dengan skema Ponzi. Nama Ponzi diambil dari seorang penipu ulung bernama Charles Ponzi yang tinggal di Boston, AS. Ponzi mendirikan 'The Security Exchange Company' pada 26 Desember 1919, yang menjanjikan investasi dengan balas jasa 40% dalam 90 hari. Padahal kala itu bunga bank pada saat itu hanya 5% per tahun. Tidak sampai satu tahun, diperkirakan sekitar 40,000 orang mempercayakan sekitar US$ 15 juta atau sekarang senilai US$ 140 juta dalam perusahaannya.
Ternyata keuntungan yang dibayar oleh Ponzi kepada investor adalah hasil tambal sulam, alias dari investor lain yang baru bergabung. Pada pertengahan Agustus 1920, audit oleh pemerintah terhadap usaha Ponzi menemukan bahwa Ponzi sudah bangkrut. Total aset yang dimilikinya sekitar US$ 1,6 juta, jauh di bawah nilai utangnya kepada investor.
Skema penipuan ini juga sering terjadi di Indonesia. Ada sebuah perusahaan menjanjikan keuntungan besar, namun sebenarnya keuntungan itu dibayar dengan dana yang masuk dari anggota baru. Bukan dari bisnis yang dijalankan dari modal para investor. Tidak pernah ada investasi riil.Kasus besar yang pernah terjadi di Indonesia adalah penipuan PT Qurnia Subur Alam Raya atau QSAR yang menggelapkan dana nasabah melalui investasi agribisnisnya.
Kasus terbaru dan paling menghebohkan adalah penipuan yang dilakukan oleh investor kawakan Wall Street, Bernard Madoff. Sejak tahun 1991, Madoff menggunakan dana dari investor baru untuk membayar bunga investor lama. Nilainya terus bertumpuk-tumpuk hingga mencapai US$ 50 miliar. Jumlah itu hampir setara dengan cadangan devisa Indonesia US$ 50,180 miliar. Penipuan Madoff baru terungkap setelah para investor menarik dananya sehubungan dengan krisis finansial. Disitu baru diketahui bahwa Madoff sudah kehabisan dana. Akhirnya, Maddof si Raja Tipu itu divonis penjara Pengadilan New York selama 150 tahun penjara. Hukuman itu mungkin tidak akan mengembalikan uang investor yang hilang, tetapi paling tidak dapat memberikan pelajaran kepada semua orang tentang penipuan investasi. Di Indonesia?
Pada artikel-artikel tentang investasi dijelaskan dengan sederhana cara mengidentifikasi penipuan berkedok investasi tersebut. Pertama, hati-hati apabila the offer sounds too good to be true. Penawaran investasi yang memberikan keuntungan yang sangat tinggi melebihi kelaziman pasar dalam waktu singkat, kemungkinan besar penawaran tersebut memang hanyalah “janji-janji surga”.
Kedua, taktik penjualan yang memaksa (high pressure sales tactics). Jangan langsung termakan bujuk rayu penjual yang memaksa Anda untuk membuat keputusan saat itu juga, sekalipun penjual itu adalah orang yang Anda kenal baik sejak lama. Hati-hati pula dengan penggunaan term “menolong” sesama agar juga menikmati hasil yang tinggi. Pada beberapa kasus para pengumpul investasi itu akan mengatakan kalau tidak mau ikut tidak apa-apa, ketika calon investor menanyakan bagaimana bisa bisnis itu bisa untung besar.
Ketiga, perusahaan investasi maupun basis investasinya (underlying investment) tidak jelas. Perusahaan investasi tipuan biasanya akan menunjukkan profil perusahaan yang tampak profesional atau berlimpah aset dan segala hal yang menumbuhkan kepercayaan dengan harapan dapat meyakinkan akan kredibilitas mereka. Namun, akan ditemukan banyak kejanggalan, jika diteliti lebih jauh. Kejanggalan itu antara lain ketidakjelasan manajemen pengurus, kinerja investasi, maupun laporan keuangan bisnis yang lengkap dan sudah diaudit.
Keempat, ketiadaan izin penawaran investasi dari lembaga pengawas. Bank Indonesia bertindak sebagai regulator perbankan, sedangkan Bapepam-LK bertindak sebagai regulator lembaga keuangan bukan bank. Dua lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk mengawasi investasi yang ditawarkan melalui lembaga keuangan nonbank maupun perbankan. Sayangnya, dua lembaga di atas tidak memiliki kewenangan atas produk investasi yang ditawarkan oleh lembaga nonkeuangan sehingga muncullah no man’s land yang rentan digunakan untuk penipuan berkedok investasi.
Penipuan berkedok investasi akan sangat menguntungkan yang paling pertama bergabung, karena masih banyak orang yang berminat bergabung. Akan tetapi, “investor” yang lebih belakangan terancam merugi, karena investor yang bergabung semakin sedikit bahkan tidak ada lagi. Praktik tipuan ini akan ketahuan belangnya jika terjadi dua hal. Pertama, semua investor menarik uangnya serentak serta tidak ada lagi orang yang berinvestasi. Kedua, dilakukan audit aset dan keuangan perusahaan. Dua hal tersebut menjadi dua poin penting dari usaha perlindungan terhadap masyarakat.
Terlepas dari hal tersebut, berusaha untuk menjadi kaya adalah penting dan tentu saja berisiko. Semakin tinggi keuntungan semakin tinggi pula risiko yang harus perhitungkan. Kerugian dalam bisnis akan elegan jika merupakan akumulasi dari permasalahan bisnis yang digeluti. Itu merupakan jatuh bangun seorang interpreneur sejati. Itu berbeda dengan kerugian yang berasal nafsu ingin meraih untung besar tanpa berusaha sehingga mudah ditipu-tipu. Wallahualam
Selengkapnya...