DUH ... KANDANGAN KITA
Membaca sejarah perjuangan di Kalimantan, apakah yang paling dominan dalam fakta masa lalu itu? "Kandangan" itulah yang paling punya pengaruh dalam perjuangan pasca kemerdekaan. Waktu itu, Kandangan merupakan pusat perjuangan dan tempat lahir tokoh-tokoh pejuang besar sampai menjadi tempat proklamasi kesetiaan kepada republik ini. Padang Batung, Durian Rabung, Niih, Karang Jawa, Mandapai, Telaga Langsat merupakan tempat penting dalam perjuangan di banua ini. Bagaimana perjuangan di masa lalu? Nenek saya selalu bercerita tentang kegiatan beliau memasak untuk para pejuang sekitar tahun 1949. Beliau mengingat kaka Hasnan yang sedang kasmaran dengan Halimah selalu bersenandung "selendang sutera" sambil berbaring berbantalkan dua tangannya. Barangkali yang disebut beliau kaka Hasnan itu adalah Hasnan Basuki salah seorang pejuang dan tokoh penting dalam Proklamasi 17 Mei 1949. Di zaman gurila (gerilya), nenek saya menceritakan pada masa itu pejuang-pejuang diantaranya Rikman, Sarman, Utuh Talung (H. Asman), bermalam dirumahnya kemudian membuat senjata di sekitar kaki gunung Batu Bini yang disebut jak bayang. Nama-nama terakhir itu tidak saya ditemukan dalam buku-buk sejarah, barangkali, mereka tidak menjabat apa-apa dalam struktur ALRI Divisi IV Kalimantan. Jak Bayang adalah sebuah telaga di sekitar kaki gunung Batu Bini dan terletak cukup tersembunyi. Sementara Hassan Basry tinggal di sekitar sungai tidak jauh dari rumah nenek. Mungkin, lokasi itu dianggap lebih strategis untuk berlindung dan melarikan diri ke arah hutan.Nenek juga menceritakan tentang adanya arak-arakan ke arah Padang Batung sambil bernyanyi Indonesia Raya. Mungkin sekali itu terjadi sesaat setelah Proklamasi 17 Mei 1949. Pada masa itu, kakek saya meskipun tidak anggota TNI bertugas sebagai kurir dan cukup dekat dengan H. Hassan Basry. Konon, kata nenek, Hassan Basry lah yang memberi uang untuk biaya perkawinan mereka sekitar 150. Mungkin, 150 rupiah. Hal itu mungkin saja terjadi karena jarak antara rumah kakek dan nenek saya hanya berjarak sekitar satu kilometer dari Mandapai dan terletak di bawah gunung Batu Bini. Apalagi, kakek saya lahir dan besar di daerah Jambu berseberangan rumah dengan salah satu keluarga Hassan Basry dan konon Hassan Basry sering bermain ke situ.Nenek saya kadang mengungkapkan kekecewaan beliau melihat banyak yang mengaku pejuang kemudian mengurus administrasi dan mendapat gaji veteran. Bahkan, beliau menyebut ada beberapa orang yang terlibat pemberontakan garumbulan, merampok, dan membunuh sekarang mendapat gaji veteran. Mungkin, yang di maksud dengan garumbulan oleh nenek saya itu adalah orang-orang yang mengklaim kelompok Ibnu Hadjar yang berbuat jahat.Itu bukan berarti almarhum kakek saya tidak pernah mengusahakan untuk mendapat gaji sebagai veteran. Di tahun 80-an beliau sempat bolak-balik ke Banjarmasin mengurus tetek bengek administrasi tetapi gagal. Konon katanya, beliau tidak tercatat sebagai tentara. Mengapa kakek saya tidak menjadi tentara? Dulu, Hassan Basry pernah berkata kepada datung (orang tua kakek) bahwa kalau tidak mau tapisah anak jangan diizinkan umpat (ikut) jadi tentara.Kakek saya, barangkali, hanya salah satu contoh. Banyak orang-orang yang dulu turut mempertaruhkan nyawa tetapi tidak mendapat penghargaan yang setimpal. Sebaliknya, banyak orang-orang yang tidak berjuang tetapi belakangan dia tercatat sebagai pejuang hanya karena koneksi dengan pihak berwenang. Akan tetapi, kakek saya mengatakan itu bukan rezeki kita dan bukankah dulu kita tidak menginginkan apa-apa ketika ikut berjuang.
KANDANGAN RIWAYAT MU, KINI
Setelah 57 tahun, masihkah Kandangan menjadi pusat perjuangan di Kalimantan atau paling tidak di Kalimantan Selatan? Memang, Kandangan telah menasbihkan dirinya sebagai pusat pembangunan banua enam plus tetapi sebagai orang banua merasa itu belum menjadi kenyataan. Setelah lebih sepuluh tahun meninggalkan Kandangan pembangunan yang nyata terasa di kampung kami di daerah Padang Batung adalah pengaspalan jalan di daerah Kuangan dan pembangunan jalan batako di belakang rumah kami. Itu barangkali belum sebanding dengan kerusakan alam akibat pertambangan yang telah ditimpakan kepada kampung mereka.Ironis memang, ketika seorang kawan mengatakan tidak ada pembangunan yang bsai dilihat di Kandangan. Jika dibandingkan dengan Barabai, Kandangan dalam sudut pandang itu, menurutnya, masih tertinggal.Orang-orang Kandangan yang sukses di tanah perantauan pun banyak tercatat. Dari setingkat menteri sampai ke jenjang terbawah, Rektor, Sekretaris Daerah Provinsi, pengusaha, dosen, dan jabatan lain ada dijabat oleh orang Kandangan. Akan tetapi, apakah itu merupakan jerih payah pemerintah kabupaten? Kesuksesan itu mungkin tidak punya hubungan langsung dengan jerih payah pemerintah kabupaten tetapi merupakan usah pribadi mereka. Jika orang sekolah sampai doktor misalnya, itu bukan karena support dari pemerintah tetapi karena memang dia punya uang dan pintar.Melihat itu, Kandangan di masa lalu tidak merupakan era yang perlu dibanggakan dan diperingati besar-besaran jika nilai-nilai perjuangan itu tak mampu dihadirkan dalam pembangunan. Urang Kandangan tidak bisa bersikap apologi dan membanggakan masa lalu dengan mengatakan "Kandanganlah adalah tempat terpenting dalam perjuangan dulu" sementara Kandangan tidak bisa sejajar dengan kabupaten lain.Peringatan, upacara, atau monumen memang bisa membantu ingatan tentang sebuah peristiwa penting dalam sejarah. Akan tetapi, Peringatan, perayaan, dan monumen tidak berarti apa-apa serta akan kehilangan makna ketika kita tidak bisa menyelami nilai yang terkandung dalam peristiwa tersebut. Kemegahan, keindahan, serta estetika sebuah upacara atau monumen bisa membuai publik dan akhirnya publik lupa dan tidak dapat lagi bertanya tentang makna sebenarnya dari monumen dan peringatan itu dan apa relevansinya dengan pembangunan masyarakat. Pendek kata, publik tersihir dan terbuai oleh kemegahan monumen dan upacara.Upacara, peringatan, atau monumen yang penuh kemegahan dapat membuat pemerintah dan publik lupa bahwa 17 Mei 1949 bisa dijadikan pelajaran tentang keikhlasan dalam menjalankan amanah Tuhan. Meminjam kata-kata Hassan Basry "pejuang-pejuang Kalimantan yang ikhlas tidak menuntut jasa", bukankah kita adalah pejuang. Selengkapnya...